Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Opini

Elektoral klientelisme

24
×

Elektoral klientelisme

Sebarkan artikel ini

Andi Wahyu

Alumni UNJA

Example 300x600

Dalam Perhelatan Pilkada serentak 09 Desember 2020 Provinsi Jambi akan melakukan 2 jenis pemilihan yaitu pemilihan Gunernur dan Pemilihan Bupati/Walikota, adapun daerah yang menggelar pemilihan Bupati/Walikota diantaranya Tanjabtim, Tanjabbar, Batanghari dan sungai penuh yang mmenyelenggarakan pesta demokrasi elektoral ini. Tentunya Pilkada tahun 2020 berbeda dengan Pilkada sebelumnya, dimana pada tahun ini kita dihadapkan dengan wabah covid-19. Untuk itu kita harus dan mesti mengikuti protokol kesehatan.

Merujuk pada buku Democracy For Sale, klientelisme politik terjadi ketika para pemilih, para penggiat kampanye, atau aktor-aktor lain menyediakan dukungan elektoral bagi para politisi dengan imbalan berupa bantuan atau manfaat material (Aspinall dan Berenschot; 2019. hlm 2).

Praktek klientelisme akan mendorong sikap pemilih yang pesimis serta pemimpin yang gagal mengakomodasi kepentingan publik melalui agenda kebijakan ketika memimpin.

Pada wilayah ini, sikap pemilih yang pesimis dan pasif, dipengaruhi kuat oleh pertukaran klientelistik. Bahkan pertukaran klientelistik ini semakin mendorong pemilih pada ruang politik yang semu dan dangkal. Pemilih yang terjebak dalam pusaran pertukaran klientelistik, tentu sangat berpengaruh terhadap tumbuh-kembang demokrasi.

Hadirnya praktek klientelisme semakin membuka peluang dan ruang terhadap ketergantungan masyarakat (pemilih) terhadap calon dengan mengiming-imingi mereka (pemilih) dengan barang dan jasa yang ditawarkan.

Hal ini tidak saja mendorong perilaku pemilih yang tergesa-gesa, tetapi di sisi lain melahirkan suatu masyarakat dengan meminjam kalimat Vedi R. Hadiz (2005. hlm 71) sebut sebagai ‘massa mengambang’.

Dimana masyarakat seperti ini hanya mampu menerima kenyataan adanya praktek pertukaran klientelistik, semakin bergantung pada pemberian barang, tetapi tidak mampu mengambil sikap, setidaknya menolak dan melakukan perlawanan atas praktek pertukaran klientelistik. Gejala seperti ini lahir dari kesenangan semu atas pemberian barang dan perjanjian berupa jasa, sehingga semakin tergantung kuat pada ikatan logika pertukaran yang klientelistik.

Sementara itu, wilayah yang juga berpengaruh kuat dari pertukaran klientelistik yakni lahirnya pemimpin yang seluruh agenda kebijakan politik-ekonominya mudah didikte oleh kelompok pebisnis yang kita sebut oligarki. Mengapa mereka berpengaruh dan ikut menentukan agenda kebijakan publik?

Alasannya, cukup logis, mereka merupakan kelompok yang boleh dikatakan penyedia modal bagi pemimpin tersebut selama Pilkada. Pada titik ini, yang ditampilkan kepada masyarakat bukan semata hanya agenda pemenuhan terhadap kebijakan bagi publik, tetapi pada titik tertentu agenda kebijakan itu pasti selalu ditumpangi kepentingan elit ekonomi sebagai penyedia modal dalam Pilkada.

Dengan sifat ketergantungan yang kuat dari pemilih atas pemberian barang dan jasa, semakin membuka lebar kepentingan politik-korporatis

Maka dengan itu masyarakat harus cerdas dalam menentukan pilihan, jangan hanya karna lembaran uang merah menggadaikan masadepan daerahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *