Penulis : Jon Very Sihaloho.ST (Bro.JV)
JAMBI. Relasi Publik – KH. Abdullah Sani, M.Pd.I Pak Dul, begitu orang awam memanggilnya. Sebuah nama panggilan akrab bagi orang banyak, namun siapa sangka (minimal bagi orang baru kenal seperti saya) ternyata nama ini merujuk pada seorang kyai besar dari kalangan NU bernama lengkap Drs. H. Abdullah Sani M.Pd.I. yang sangat di hormati rekam jejak pengabdianya, terutama di kalangan nahdliyin.
Selain Sebagai seorang kyai dan penceramah, beliau juga memiliki karir cemerlang di dunia pendidikan, bahkan kebudayaan dan pemerintahan.
Begitulah saya sedikit terkecoh oleh sebutan nama “Pak Dul” yang saat pertama sekali ku dengar, logikaku menerawang Ia hanya seorang rakyat biasa saja. Tak kusangka Ia seorang Guru dan Kyai terhormat.
Inilah awal ku kenal Dia.
Diawal tahun 2017 saya kembali ke Indonesia. Sebelumnya saya bekerja di sebuah perusahaan konstruksi MIGAS yang berkantor di Singapura dan menjalankan proyek di berbagai Negara. Sekembalinya saya ke Jambi, saya langsung dipercaya mengurus salah satu partai baru yang dikenal sebagai partainya anak muda kala itu. Ini menjadi titik awal saya banyak berinteraksi dengan para politisi, pejabat, dan pemerintah di Jambi ini. Tugas besar saya adalah membangun jejaring sosial, membangun kesadaran politik dan demokrasi yang menurut hemat kami sedang dalam keadaan sakit akut. Darah juang dan idealisme seperti tersalur dengan partai ini.
Pemilihan walikota jambi tahun 2018 menjadi ajang perdana pesta demokrasi bagi kami. Singkat cerita Fasha dan Abdullah sani adu kambing dalam pilkada saat itu. Sebagai partai baru, kami pun rajin mendiskusikan kedua kandidat ini. Kami membedah profil, visi misi, bahkan partai pengusung. Yang akhirnya kami memilih untuk mendukung Bapak Abdullah sani dan Izi saat itu.
Dengan bergabungnya kami pada gerbong ini, maka secara langsung ritme pertemuan kami baik dengan tim bahkan Pak Dul pun semakin intens. Itulah awal aku mengenal beliau jauh lebih dalam. Dari seluruh tokoh, politisi, bahkan pejabat yang ku kenal, Dia adalah yang ter unik. Yang menonjol adalah kesederhanaanya. Kedekatanya dengan rakyat sangat natural, dengan semua kalangan Ia mampu berbaur tanpa sekat. Kharisma Guru, Kyai dan kepemimpinan nya berbaur menjadikanya figur yang sangat di cintai.
Sebagai bagian dari tim, saya pun memiliki kesempatan untuk bertemu beliau di rumah pribadinya. Di Paal Merah, dekat komplek bandara. Sebuah rumah berdesign kuno berdiri di halaman tanpa pagar, tanpa penjagaan.
Saya memasuki halaman parkir, terlihat beberapa teman sudah di pendopo. Dengan bekal kebiasaan memasuki rumah pejabat lainya selama ini, kali ini justru terasa berbeda. Kebetulan saya tidak langsung bergabung, tapi ijin ke belakang dahulu. Disini, di sudut belakang rumah, kutemukan beberapa Satpol PP. Kusempatkan bertanya, kenapa penjagaan dan pengawalan di belakang? Dua satpol PP itu tersenyum, seolah mengejek saya, sembari berkata: Bapak ( Pak Dul) tak mau kami di depan. Saya mengkerut kan kening, sembari mengangguk, mencoba memahami keadaan itu.
Sedikit demi sedikit nama yang di kenal dengan sebutan “Pak Dul” ini telah mencuri rasa hormat saya. Bukan karena beliau calon wali kota, tapi lebih kepada sikap dan kepribadian nya. Entah kenapa kehadiran saya di pendopo dan halaman tanpa pagar seorang pejabat negara kala itu seperti menyambut saya, selamat datang di Rumah rakyat.
Selama proses kampanye berlangsung saya pun kerap bertemu beliau. Menyaksikan sikap dan kebijakan-kebijakan beliau. Tak heran militansi massa pendukung beliau itu ril adanya. Saya menjadi saksi betapa massa dari bapak itu adalah massa yang benar-benar menyayangi beliau. Ia benar benar pemimpin yang lahir dari rahim rakyat.
Terlepas dari apa yang terjadi, quick count menunjukkan kekalahan. Walau seluruh ruangan mengungkapkan fakta fakta kecurangan menggelegar sebagai wujut protes para pendukung. Money politik dan pengerahan aparatur menjadi dominanya kecurangan. Bahkan saya sempat putus asa, jika ini terus terjadi, Kapitalis lah yang selalu memenangkan kontestasi. Demokrasi telah terjual. Untuk apa ada pilkada?
Di posko pemenangan yang terletak di Paal 5 itu tetap ramai, walau tim telah tau hasil quick count menunjukkan kekalahan.
Tepat di hari ke dua pasca penjoblosan, seperti biasa, kami pun masih di posko. Membuat group group diskusi, ada yang berkelakar, ada yang tertawa berusaha menghibur diri, ada yang protes dan banyak suara yang membuat rumah posko itu begitu ramai dan riuh dengan suara masing- masing . Lalu di tengah ramainya suara suara, tiba tiba seseorang berkata.” Bapak datang…Bapak datang..!!” begitu pesan ini sampai ke semua orang dalam ruangan itu. Suasana ramaipun mulai redup, yang terdengar hanya bisik-bisik dan ketawa-ketawa kecil. Semua terlihat jelas sedang menunggu kehadiran Bapak beserta wakil nya, Izi.
Kejadian ini berubah menjadi sangat menyentuh. Tak kusangka, begitu bapak dan wakilnya Izi menginjakkan kaki di pintu depan, keadaan mendadak hening. Saya dengan beberapa petinggi partai lain ada di meja belakang, karena suasana tiba tiba hening, kucoba melihat kedepan. Ternyata Bapak dan wakilnya Izi sedang berjalan menuju meja kami.
Horizon saat itu tiba tiba begitu dramatis, yang terdengar hanya derap langkah kaki Bapak, sementara semua terdiam tak sanggup bicara apa apa lagi.
Moment itu sangat mengharukan. Setibanya beliau di gerbang ruang tempat kami berkumpul, Beliau melihat kami semuanya, dari depan hingga belakang, tak satu yang luput dari matanya. Lalu Ia bicara: “ Jangan ada yang menangis” …
Ucapan singkat dari mulut beliau ini, menyambar sanubari, semua tertunduk dan aku pun tak sadar telah meneteskan air mata. Dan saya bukan satu- satunya. Dodi Harmoko, sekretaris beliau langsung memeluknya, ikut menangis di pelukan Bapak. Sungguh saat itu, aku menjadi saksi kecintaan orang orang di sekitarnya begitu murni, aku pun menjadi bagian dari mereka. Sungguh orang ini benar- benar pemimpin, ujarku dalam hati.
Setelah mereka berdua duduk di meja, kami pun mengerumuninya, salah seorang tim mencoba memberitahu bahwa ada pihak lawan yang tertangkap, seolah bangga memberitahukan itu ke bapak. Lalu Bapak menepis: kasihan dia. Ia hanya korban, apa kamu bisa tangkap dalang nya? Ujarnya membuat pelapor terdiam. Bahkan Izi, sempat berujar, …” ku doakan ajab menghampiri mereka yang curang dan zolim..” tapi Bapak tiba tiba marah, ..Dindo, kamu Siapa mengatur atur Tuhan..? Ujar bapak menasehati Izi.
Lalu beberapa nasehat ia lontarkan, termasuk beberapa langkah yang harus kami lakukan. Tapi yang pasti kejadian itu sangat menyentuh sekali. Sekali lagi orang ini, bukan saja Pemimpin, tapi juga berhati malaikat, ujarku dalam hati.
Sejak saat itu, proses pun terus berlanjut. Faktanya pihak lawan pun diumumkan sebagai pemenang. Beliau hadir dalam pelantikan itu. Satria sekali, Ia guru bagiku.
Kini, 2020, Rakyat kembali meminta beliau maju menjadi Wakil Gubernur Jambi, mendampingi Al Haris. Jujur saja, Saya mendengar itu saja sudah sangat Bangga. Ia layak Pimpin kita. Pemimpin yang benar benar lahir dari Rahim Rakyat. “Pak Dul” benar benar nama yang merakyat, Jambi butuh Dia. Semoga Tuhan lindungi dan segala Usaha beliau.